Pada 29 November 2024, Departemen SKPM Fakultas Ekologi Manusia IPB menggelar Focus Group Discussion (FGD) sebagai bagian dari rangkaian riset aksi bertajuk “Model Penyuluhan Pertanian Responsif Gender untuk Meningkatkan Inklusi Sosial dan Produktivitas Petani”. Kegiatan ini berlangsung di Kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Wilayah VI Kabupaten Bogor, dengan melibatkan para koordinator penyuluh dan perwakilan penyuluh dari berbagai kecamatan di Kabupaten Bogor.
FGD ini dipimpin oleh Ketua Tim Riset Aksi, Dr. Anna Fatchiya, yang juga pengurus PAPPI Pusat. Dr. Anna Fatchiya didampingi oleh sejumlah dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), antara lain Dr. Dyah Retna Puspita, Hana Indriana, SP, M.Si., dan Titania Aulia, S.KPm, M.Si. Selain itu, turut hadir peneliti dari CARE IPB, Dr. Adi Firmansyah, serta lima mahasiswa program doktor dan magister Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Fakultas Ekologi Manusia, yaitu Siti Syamsiah, SP, M.Si., Rafnel Azhari, SP, M.Si., Elfrida Oktaviani, SP., Wulan Ali Rahmin, SP., dan Rizki Aditya Putra, S.KPm.
Diskusi yang berlangsung intensif ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai sejauh mana program-program penyuluhan di Kabupaten Bogor telah responsif terhadap aspek gender. Peserta diajak untuk mengevaluasi pelaksanaan penyuluhan berdasarkan empat indikator utama, yaitu akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang dirasakan oleh petani, baik laki-laki maupun perempuan.
Hasil diskusi mengungkapkan bahwa penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor belum sepenuhnya responsif gender. Masih terdapat kesenjangan dalam hal akses perempuan terhadap informasi dan sumber daya penyuluhan, partisipasi aktif mereka dalam kegiatan, kontrol atas keputusan yang diambil, serta manfaat yang dirasakan secara merata. Berdasarkan temuan ini, diperlukan pengembangan model dan strategi penyuluhan yang lebih responsif gender, mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi program. Dalam rekomendasinya, para peserta FGD menekankan pentingnya peningkatan kapasitas penyuluh melalui pelatihan dan pendampingan, khususnya dalam merancang dan melaksanakan program yang inklusif gender. Diharapkan, pendekatan ini tidak hanya memperkuat inklusi sosial, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas petani secara keseluruhan. Hasil dari FGD ini akan menjadi landasan pengembangan model penyuluhan baru yang diharapkan dapat diimplementasikan di tingkat lapangan dalam waktu dekat (af).